Cerpen "Sejuta Makna"


Sejuta Makna
            Aku melihatnya sangat jelas tapi mengapa aku tak bisa menggapainya. Bayangan itu menghilang secara perlahan dan aku telah mencarinya kemana-mana. Seketika itu aku terbangun dengan menyebut nama “mama......”. Ternyata benar bayangan yang hadir beberapa hari terakhir ini ialah sosok mama. Tapi mengapa ia hadir kembali, setelah cukup lama aku bisa melupakannya. “Hmm, aku kangen ma”, pikirnya dalam hati.
            Selanjutnya aku segera bersiap-siap untuk berangkat kesekolah. Setelah aku merasa siap dan memastikan tidak ada yang tertinggal aku segera turun kebawah. Disana aku melihat beberapa orang yang telah menungguku dan menyapa dengan ramah. “Pagi sayang, bagaimana tidurmu semalam apakah nyenyak?”, sahut papa. “Iya pagi pah, seperti biasa aku selalu merasa nyenyak”, sahutku sambil menyuap sarapan yang telah disediakan bibi. Sekitar 15 menit, aku pamit kepada ayah dan bibi. “Aku berangkat dulu yah, bibi makasih telah menyiapkan sarapannya. Assalamualaikum.”, kataku sambil salim kepada ayah dan tak lupa mencium pipi bibi.
            “Iya waalaikumsalam, hati-hati dijalan dan semangat sayang sekolahnya”, sahut ayah dan bibi hanya tersenyum melihat kelakuan diriku. Saat didalam mobil, aku duduk terdiam pikiranku tidak terlepas dari sosok yang telah aku kenal penting yaitu mama. Aku bingung mengapa ia hadir dalam mimpiku, sudah cukup aku berusaha untuk tidak merindukannya. Apakah aku harus mengatakan kepada ayah soal mimpi tersebut atau biarkan aku pendam dalam hati.
            Lamunan bayangan itu telah membuatku tidak sadar, bahwa aku telah sampai disekolah. “Non Intan, kita sudah sampai disekolah”, kata pak udin. “Ehh sudah sampai ya pak kok tidak terasa ya”, sahutku sambil bersiap keluar dari mobil. Aku pun keluar dari mobil dan berkata kepada pak Udin untuk menjemputku setelah jam sekolah telah usai.
            Disinilah aku berada di SMA Melati 2, siswi kelas 12 bernama Intan Andriyani. Aku segera berjalan menuju kelas. Rutinitas setiap hari yang mulai menjenuhkan, karena sekitar tiga bulan lagi aku akan menghadapi ujian nasional. Oleh karena itu sudah terbayangkan jadwal kegiatanku yang cukup padat.
            Mungkin aku akan menceritakan segala keluh kesah yang telah aku lakukan seharian, namun itu dulu sebelum mama pergi meninggalkan aku. Hidupku tidak ada yang berubah selepas ia pergi, hanya saja aku tidak mungkin bercerita kepada ayah, bi Ira, ataupun pak Udin. Karena mereka memiliki tugas masing-masing, dan jujur saja orang terdekat dalam hidupku itu adalah mama. Dulu aku sosok yang periang, mandiri, dan sangat patuh terhadap dua pahlawan yang sangat aku cintai yaitu ayah dan ibu. Maklum saja putri semata wayang dari Reno Wijaya dan Andiriana Puspita.
            Aku sangat paham bahwa aku adalah anak satu-satunya pasti mereka akan berusaha semaksimal mungkin membiayai sampai aku sukses. Oleh karena itu aku sangat patuh terhadap mereka. Dulu sebelum kejadian itu terjadi aku bukanlah tipe anak yang suka main kesana-kesini. Setelah usai sekolah aku pasti langsung pulang kerumah kalaupun aku ingin bermain bersama teman-teman, ibuku selalu berkata agar teman-temanku sajalah yang main kerumah dan aku selalu menuruti perkataannya.
            Tetapi saat kejadian itu tiba  semuanya telah mengubah diriku. Aku menjadi orang yang lebih pendiam. Setibanya dirumah aku pasti langsung naik kekamar. Seperti saat ini setelah jam sekolah telah usai, aku hanya berbincang-bincang sebentar sambil menunggu pak Udin menjemputku. Setelah sampai dirumah, aku segera naik kekamar, dan entah apa yang aku lakukan. Sampai tiba waktu makan, nanti bibi akan memanggilku dan tak lama aku masuk kekamar kembali, dan begitu terus sampai hari berlalu satu demi satu.
            Ingin aku merubah sikap yang ada saat ini, namun tak bisa aku pungkiri bahwa keadaanlah yang membuat aku berubah seperti ini. Mimpi itu datang dalam hidupku lagi, dan aku pun berpikir apakah ini waktunya aku menceritakan kepada ayah ataukah akan aku pendam sampai mimpi itu datang lagi. Setelah aku pikirkan baik-baik, aku akan bercerita kepada ayah malam nanti, dan semoga keputusan itu yang terbaik.
            Malam hari telah tiba aku juga telah dipanggil oleh bibi untuk makan. Saat sampai diruang makan, seperti biasa ayah menyambutku dengan ramah. Aku pun mulai makan namun sedikit lebih cepat dari biasanya, untuk menceritakan soal mimpi tersebut. Setelah aku melihat ayah sudah selesai makan, aku mulai memberanikan diri berkata. “Ayah, mama datang kembali dalam mimpiku, aku rindu sekali tapi aku tak mengerti arti dari mimpiku ini”, kataku. Dari sorot mata yang aku lihat, ayah seperti kaget dan seketika tersenyum, ayah berkata “Mungkin mama kangen sama kamu dan kalau kamu kangen sama mama, kamu jangan lupa mendoakan dia agar tenang dialam sana”.
            Yang ayah katakan itu benar, selama ini aku terlalu sibuk dalam pikiran ku yang tak jelas entah kemana dan rutinitas sekolah. Tak kurasa rasa yang mengganjal dihatiku secara perlahan menghilang setelah aku ceritakan keluh kesahku selama ini dan ayah pun ternyata senang kalau aku bisa lebih terbuka dengan dirinya. Keesokan harinya aku dan ayah telah sepakat untuk datang kemakam mama, aku izin tidak sekolah, dan ayah juga izin tidak pergi kekantor.

            Setelah hari itu, semuanya berjalan lebih baik. Aku mulai kembali menjadi anak yang periang, dan yang pasti terbuka dengan ayah. Karena ia sekarang tempatku menceritakan segala keluh kesah yang aku rasakan, alhamdulillah ayah juga senang atas perubahan sikapku. Selain itu tidak hadir lagi sosok mama dalam mimpiku, mungkin ia telah tenang dialam sana, dan aku tak akan melupakannya melainkan aku akan mengingatnya sepanjang hidupku.

Komentar

Postingan Populer